Mengapa Via Vallen Digemari? : Sebuah Amatan tentang Via Vallen



“Sayang opo kowe kerungu, jerite atiku, mengharap engkau kembali..?”

Intro musik tersebut terus terngiang di telinga saya. Pertama kali saya mendengar penggalan lirik lagu ini dari sebuah status yang viral di media sosial. Adalah Maulidia Octavia atau yang lebih dikenal dengan Via Vallen, biduan dangdut asal Surabaya yang mempopulerkan lagu tersebut bersama Orkes Melayu (OM) Sera. 

Via Vallen cukup dikenal di kalangan dangdut koplo Pantura. Namanya kian terkenal ketika sering diundang untuk tampil di beberapa acara musik yang rutin tayang di stasiun televisi. Terlebih ketika ia berhasil meraih Penghargaan Penyanyi Dangdut Wanita Ngetop versi SCTV Awards 2017, mengalahkan beberapa pendahulu lainnya di bidang dangdut kekinian, seperti Ayu Tingting, Cita Citata, dan Zaskia Gothik.

Dangdut adalah salah satu genre musik populer yang terkenal di Indonesia pasca runtuhnya pemerintahan Soekarno. Musik ini merupakan akulturasi dari beberapa budaya. Musik dangdut mencampurkan lirik Indonesia dengan instrumen, ritme, melodi, dan teknis produksi dari film India, Melayu, musik pop Timur Tengah, disko Amerika, pop dan rock Inggris, dan musik tarian Latin (Frederick, 1982).

Dangdut dikenal sejak tahun 1970 ketika Rhoma Irama mempopulerkan musik dangdut melalui rekaman suaranya dan penampilannya di stasiun TV maupun acara-acara off air. Dangdut kala itu memliki pendengar di kalangan kelas menengah urban. Lirik lagu dangdut yang dibawakan Rhoma Irama bercerita soal kehidupan sehari-hari, cinta, kritik sosial, dan beberapa pesan keagamaan. Walaupun sudah lewat dari masa jayanya, hingga kini Rhoma Irama tetap dikenal sebagai raja dangdut dan belum ada satu pun penyanyi dangdut laki-laki yang dianggap mengalahkan popularitasnya.


Dangdut Koplo, Warna Baru Musik Dangdut


Via Vallen, sang penyanyi dangdut ngetop saat ini, adalah salah satu ujung tombak dari OM Sera, sebuah grup musik dangdut aliran koplo. Dangdut koplo adalah aliran yang memadukan musik dangdut dengan sentuhan aliran rock, etnis, dan musik disko. Koplo dalam pengertian bahasa Jawa berarti gila atau kegilaan. Kegilaan dalam memadukan musik yang tidak sepadan menjadi sebuah musik baru yang lahir dan berkembang secara dinamis dalam industri musik Indonesia.

Dangdut koplo populer di Indonesia melalui orkes melayu yang kerap tampil di pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Musik ini kerap dianggap ‘merusak’ citra dangdut. Terlebih beberapa penampil dangdut koplo dikenal dengan goyangannya yang gemulai cenderung seronok dan erotis. Dangdut koplo identik dengan biduan wanita yang kerap tampil menggunakan pakaian ketat dengan sentuhan glamor yang cukup menarik mata penonton. Kebanyakan penonton dangdut adalah lelaki sehingga gaya berpakaian yang ditampilkan oleh para penyanyi dangdut memanjakan visual lelaki.

Berbeda dengan penampilan dominan dari biduan lainnya, Via Vallen memilih gaya ala penyanyi Korea yang cukup kasual dan lain dari kesan biduan dangdut. Via Vallen kerap kali memadukan kaos dengan celana jeans sobek-sobek atau kemeja dengan rok mini ala girlband Korea. Penampilan yang seperti ini membuat senang penonton Indonesia yang saat ini juga tengah demam dengan hal berbau Korea. Via Vallen mengubah citra dangdut yang dianggap ndeso  menjadi dangdut yang disenangi anak muda.

Selain itu, dari amatan penulis terhadap beberapa penyanyi dangdut koplo lainnya, Via Vallen tidak melakukan goyangan erotis dan sensual. Ia bergoyang secukupnya sesuai dengan irama dangdut. Namun tetap enerjik.

Dangdut identik dengan goyangan. Goyangan inidipicu oleh hentakan dari ritme musik. kadangkala berangkat dari ketidaksadaran karena terlalu menikmati musiknya. Ada alasan mengenai cara berjoget secara sensual. Goyangan ini dimaksudkan untuk menarik penonton yg dominan laki-laki demi menambah pendapatan karena akan mendapat saweran. Kemudian istilah ‘buka sithik, joss!’ hingga ‘asolole’, bermula dari goyangan yang diberikan biduan di atas panggung.

Penonton dangdut kebanyakan laki-laki sedangkan kaum perempuan menonton dangdut dari rumah. Via Vallen berdangdut dengan sopan  sehingga ia mudah diterima di masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Berbeda dengan Inul di tahun 2003 yang pernah dicekal oleh kaum dangdut konservatif karena goyangannya yang dianggap dapat merusak moral masyarakat Indonesia.


Via Vallen adalah Kita


Hal lain yang menjadikan Via Vallen digemari oleh kalangan dangdut muda, ia membawakan lagu-lagu yang menggunakan lirik dengan kosakata kekinian. Sebut saja beberapa lagunya yangberjudul Sayang, Baper, Selingkuh, Sakit-sakit Hatiku, Kimcil Kepolen, dan 5 Centi. Lirik lagu tersebut menggambarkan keadaan anak muda di masa kini. Tentang jatuh cinta, patah hati, mengharapkan cinta yang berbalas dari yang orang yang disukai, ataupun kekecewaan dari kekasih.

Via Vallen juga menggabungkan lirik lagu berbahasa  Indonesia dengan bahasa Jawa, bahasa yang dekat dengan telinga pendengarnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lirik lagu berbahasa Jawa menjadi pengikat antara sang penyanyi dengan audiensnya. Walaupun diketahui bahwa lirik lagu tersebut bukanlah murni ciptaan Via Vallen. Via Vallen hanya sekadar pembawa lagu.

Dari Pantura menggoyang Nusantara


Perpaduan suara khas Via Vallen, gaya penampilan di panggung, lirik lagu yang kekinian, dan musik yang mudah didengar membawa Via Vallen dari panggung ke panggung di Pantura menuju beberapa acara di televisi. Musik dangdut yg dibawakan Via Vallenmenjadi subgenre baru dalam musik dangdut Indonesia, selain dangdut koplo. perubahan genre musik ini sebagai represenasi dari nilai dna makna dangdut. dangdut menjadi penanda kepopulerannya melalui gender yg berbeda, identitas etnik.

Selama ini dangdut koplo hadir hanya di ruang-ruang perayaan masyarakat urban, seperti pesta pernikahan, perayaan hari besar nasional, hingga kampanye politik. Dangdut menjadi pemanis dan pemantik simpati masyarakat. Apalagi di era Orde Baru, dangdut tidak dapat bisa beredar di televisi karena rezim punya kuasa mengatur tontonan yg ‘layak’ dan ‘baik’ untuk dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Akun Youtube menjadi media yang punya peran dalam memperkenalkan Via Vallen, Om Sera, dan dangdut koplo. Penampilan mereka di daerah cukup didokumentasikan oleh jasa foto dan video bersamaan dengan pendokumentasian upacara pernikahan. Dokumentasi tersebut kemudian disebarkan melalui kepingan VCD yang dijual Rp 5.000 sampai Rp 15.000 per keping. Ketika era pemutar video berlalu, Via Vallen hadir di Youtube. Dari penyanyi dangdut yang dikenal oleh sebagian masyarakat Jawa menjadi terkenal hingga se-antero Nusantara.

Meh sambat kalih sinten, yen sampun mekaten?


Bahan bacaan:
Frederick, William. 1982. Rhoma Irama and the Dangdut Style: Aspect of Contemporary Indonesian Popular Culture.
Weintraub, Andrew. Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia 






Gambar diambil dari:
http://topalbums.biz/search/Via%20Vallen%20%20Ndx.html
http://www.solopos.com/2016/02/01/konser-musik-aksi-via-vallen-di-htc-solo-baru-bikin-heboh-686669

Komentar

  1. Blognya berpenampilan baru, saya baru tahu.
    Ngomongin dangdut, ingatkah kepada pedangdut yang mati dipatuk ular?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tau, Mas. Bisa dibuat kajian soal budaya pop, feminisme, dan ekopol. Monggo~

      Hapus
  2. Buat skala nasional Via Vallen memang fenomena baru. Kalau di Jawa Timur yang tipenya mirip Via Vallen udah ada sebelumnya, tapi yang membedakan proses kemunculannya aja dan punya ciri khas yang sulit ditiru pedandlgdut lainnya (terutama caranya menghandle fans/penonton).

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Soto Terenak di Sekitar Kampus UGM versi Aulia

Catatan Perjalanan: Mengunjungi Kampung Baduy

Menengok Kampung Transmigran Jawa di Sorong (1)